Di kota kota besar , contohnya Jakarta. Begitu seringkali diungkapkan banyak pihak. Lihat saja bangunan bertingkat yang seolah-olah berlomba saling bersaing untuk menjadi yang tertinggi di ibu kota Republik Indonesia. Pusat-pusat perbelanjaan modern yang menawarkan berbagai
produk modern juga terdapat di hampir semua sudut kota Jakarta.
Sekilas, Jakarta tak kalah dengan Singapura. Sama-sama modern, sama-sama menawan. Namun dari segi kebersihan lingkungan, jelas masih jauh. Contohnya, ketika saya mengunjungi
suatu pusat perbelanjaan modern di Jakarta Selatan, Minggu (24/2) siang. Di dalam pusat perbelanjaan itu ada department store yang sedang menawarkan belanja sale dengan potongan harga besar-besaran. Kopor kecil Delsey yang tadinya berharga sekitar Rp 1 juta, ditawarkan hanya Rp 630.000 saja. Begitu juga dengan produk kemeja pria yang tadinya Rp 600.000 ditawarkan hanya Rp 350.000 saja.
Masih banyak produk lainnya yang ditawarkan dengan potongan harga cukup besar. Iklan tawaran belanja sale itu sebelumnya sudah dimuat di banyak media massa. Tak heran ketika department store itu membuka pintunya saat sale tiba, berbondong-bondong orang memasukinya. Begitu banyaknya orang yang masuk, sampai lantainya terlihat agak kotor. Bahkan di tangga jalan, terlihat penuh sampah-sampah kecil.
Bayangkan di dalam pusat perbelanjaan modern, ada sampah berserakan, walaupun hanya potongan kertas kecil atau bekas lumpur yang menempel di alas kaki. Bagaimana pula di luar, di tepi jalan, atau di tempat-tempat lainnya? Sampah memang masih menjadi masalah besar bagi Jakarta.
Data terakhir dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta menunjukkan, jumlah sampah di Jakarta mencapai hampir 28.000 meter kubik setiap hari. Komposisinya terdiri dari 65 persen sampah organik dan 35 persen sampah nonorganik. Penyumbang terbesar sampah itu berasal dari
sampah rumah tangga yang mencapai sekitar 60 persen dari total sampah yang terdapat di Jakarta setiap harinya.
Sampah plastik jumlahnya juga tergolong cukup besar. Padahal, sampah plastik membutuhkan waktu 200 sampai 1.000 tahun untuk dapat terurai. Data dari Environment Protection Body, sebuah lembaga lingkungan hidup di Amerika Serikat, mencatat ada sekitar 500 miliar sampai 1 triliun tas plastik digunakan di seluruh dunia setiap tahunnya. Itu berarti, sampah plastik jumlahnya terhitung cukup banyak.
Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup yang sampai saat ini masih tetap menjadi “PR” besar bagi bangsa Indonesia adalah faktor pembuangan limbah sampah plastik. Kantong plastik telah menjadi sampah yang berbahaya dan sulit dikelola.
Diperlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk membuat sampah bekas kantong plastik itu benar-benar terurai. Namun yang menjadi persoalan adalah dampak negatif sampah plastik ternyata sebesar fungsinya juga dibutuhkan waktu 1000 tahun agar plastik dapat
terurai oleh tanah secara terdekomposisi atau terurai dengan sempurna. Ini adalah sebuah waktu yang sangat lama. Saat terurai, partikel-partikel plastik akan mencemari tanah dan air tanah.
Jika dibakar, sampah plastik akan menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan yaitu jika proses pembakaranya tidak sempurna, plastik akan mengurai di udara sebagai
dioksin. Senyawa ini sangat berbahaya bila terhirup manusia. Dampaknya antara lain memicu penyakit kanker, hepatitis, pembengkakan hati, gangguan sistem saraf Dampak lain, meningkatnya kanker paru-paru akibat pembakaran sampah plastik. Orang Indonesia kanhobby banget membakar sampah di halaman belakang. Pdahal, menurut penelitian, bahan kimia yang dihasilkan dari plastik yang dibakar inilah penyebab banyaknya orang yang kena kanker paru-paru belakangan ini, meskipun orang tsb by=ukan perokok dan bukan pula orang yang sering terpapar asap rokok.
Jadi, mulailah dari diri sendiri dan dari hal kecil. Ketika beli makanan di warung misalnya, atau berbelanja ke supermarket, bawa tas kain punya sendiri dari rumah. Sekarang kan banyak tas-tas yang dibagikan ketika seminar. Tas kain ini kan bisa dicuci kelau kotor. Di Jepang, orang belanja dengan membawa serbet besar yg bisa dilipat. Seperti jaman dulu orang melipat serbet atau taplak ketika mau bepergian. Dan kalau yang dibeli hal kecil seperti Buavita, atau
Silverqueen, atau odol, bilang aja “nggak usah pake plastik ya”. Masukin aja langsung di tas atau di saku.
Plastik tersusun dari polimer. Dalam proses pembuatannya, ikut dimasukkan sejenis bahan pelembut (plasticizers) supaya plastik bertekstur licin, lentur dan gampang dibentuk. Tapi
kalau plastik dipakai buat bungkus makanan, plasticizers bisa mengkontaminasi makanan. Apalagi kalau makanan yang dibungkus masih panas, si plasticizers dan monomer-monomernya makin cepat keluar dan pindah ke makanan lalu masuk dalam tubuh.
Kantong plastik kresek yang biasa kita pakai sehari-hari ternyata mengandung zat karsinogen berbahaya karena berasal dari proses daur ulang yang diragukan kebersihannya. Zat pewarnanya juga bisa meresap ke dalam makanan yang dibungkusnya dan menjadi racun. Sampah plastik dari sektor pertanian dunia setiap tahunnya mencapai 100 juta ton. Kalau sampah plastik ini dibentangkan, panjangnya bisa membungkus bumi sampai sepuluh kali.
Kesadaran mengurangi penggunaan kantong plastik harus ditanamkan sejak dini karena kantong plastik tidak bisa terurai dengan mudah oleh alam.
Di berbagai negara maju, kampanye antikantong plastik menjadi hal lumrah. Australia dan Tiongkok mengeluarkan kebijakan larangan bagi supermarket dan toko-toko membagi-bagikan kantong plastik. Singapura mulai menetapkan hari-hari tertentu sebagai bring your own bag day, yakni pelanggan diharuskan membawa kantong/tas sendiri dan yang tidak membawa diharuskan membayar 30 cents yang akan digunakan untuk kegiatan lingkungan.
Diambil dari berbagai sumber
Senin, 04 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
postingan blog ini sesuai dengan isi yang di sajikan nya. aku baru menemukan informasi yang semenarik dalam blog ini. terima kasih ya gan informasinya.
Posting Komentar